Oleh :
Pujiaman
Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai aturan Hukum
berdasarkan permasalahan dari sosial kemasyarakatan. Barbagai persoalan dalam
kehidupan bermasyarakat, dalam melakukan interaksi sosial selalu di ikat atau
diimbangi oleh aturan hukum agar keseimbangan, ketentraman, keselarasan dan
keamanan. Hukum menjamin dan melindungi Hak dan Kewajiban individu sebagai
subjek hukum, dimana Kepastian hukum meruapakan benteng untuk melindungi
ancaman atau ketidaknyamanan yang timbul akibat interaksi sosial yang terkadang
membawa efek dan dampak hukum itu sendiri.
Di Indonesia sangat banyak nya aturan hukum yang mengatur tentang
Keselarasan Kehidupan masyarakat dalam melakukan interaksi sosial. Hampir
setiap tahun Pemerintah selalu mengeluarkan Undang-undang (aturan Hukum), baik
Ius Constitutum (saat ini) maupun Ius Constutuendum (akan datang) dalam bentuk
hukum indonesia yang menganut sistem Civil law (Eropa Continental) yang
selalu berkiblat pada azas Legalitas (Nullum Delectum Sine Preavia Legi
Ponaly atau seseorang tidak dapat di hukum bila tidak ada hukum yang
mengaturnya), berdeda dengan bentuk hukum negara yang menganut sistem Comman
Law (Anglo Sexon), dimana apabila tidak ada aturan yang mengatur tentang
perbuatan yang di lakukan, namun dalam hal perbuatan tersebut merugikan orang
lain, maka hakim berperan sebagai Judge Made Law (Hakim sebagai Pembuat
Undang-undang).
Dalam hal ini tidak lupa juga tentang euthanasia di indonesia.
Yang sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang sulit untuk
disembuhkan. Di sisi lain, pasien sudah dalam keadaan kritis sehingga takjarang
pasien atau keluarganya meminta dokter untuk menghentikan pengobatan terhadap
yang bersangkutan. Dari sinilah dilema muncul dan menempatkan dokter atau
perawat pada posisi yang serba sulit. Dokter dan perawat merupakan suatu
profesi yang mempunyai kode etik sendiri sehingga mereka dituntut untuk
bertindak secara profesional. Pada satu pihak ilmu dan teknologi kedokteran
telah sedemikian maju sehingga mampu mempertahankan hidup seseorang (walaupun
istilahnya hidup secara vegetatif).
Dokter dan perawar merasa mempunyai tanggung jawab untuk membantu
menyembuhkan penyakit pasien, sedangkan di pihak lain pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap hak-hak individu juga sudah sangat berubah. Masyarakat
mempunyai hak untuk memilih yang harus dihormati, dan saat ini masyarakat sadar
bahwa mereka mempunyai hak untuk memilih hidup atau mati. Dengan demikian,
konsep kematian dalam dunia kedokteran masa kini dihadapkan pada kontradiksi
antara etika, moral, hukum dan kemampuan serta teknologi kedokteran yang
sedemikian maju.
Euthanasia (eu = baik, thanatos =
mati) atau good death / easy death sering pula disebut “mercy killing” pada
hakekatnya pembunuhan atas dasar perasaan kasihan, sebenarnya tidak lepas dari
apa yang disebut hak untuk menentukan nasib sendiri (the right self of
determination) pada diri pasien. Hak ini menjadi unsur utama hak asasi manusia
dan seiring dengan kesadaran baru mengenai hak-hak tersebut. Demikian pula
dengan berbagai perkembangan ilmu dan teknologi
(khususnya dalam bidang kedokteran), telah mengakibatkan perubahan yang
dramatis atas pemahaman mengenai euthanasia. Namun Hal ini bisa dilihat dari
sisi Hukum yang berlaku di Indonesia.
Pandangan Hukum Terhadap Euthanasia
Berdasarkan
hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum,
hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada
Pasal 344, 338, 340, 345, dan 359Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dari
ketentuan tersebut, ketentuan yang berkaitna langsung dengan euthanasia aktif
terdapat pada pasal 344 KUHP.
Aspek Hukum.
Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya
melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif
dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja
menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada
pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar
belakang dilakukannya euthanasia tersebut. Tidak peduli apakah tindakan
tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi
penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau
rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain
pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar
yang tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti
pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam
undang undang yang terdapat dalam KUHP Pidana.
Adapun Pasal-pasal yang berkenaan dengan Euthanasia
adalah :
- Pasal 344 KUHP
barang siapa menghilangkan jiwa
orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan
sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Untuk euthanasia aktif maupun pasif
tanpa permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu diketahui oleh dokter.
- Pasal 338 KUHP
barang siapa dngan sengaja menhilangkan jiwa orang lain,
dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
- Pasal 340 KUHP
Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih
dahulu menghilangkan jiwa orang lain, di hukum,
karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau pejara
selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun.
- Pasal 359
Barang siapa karena salahnya
menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau
kurungan selama-lamanya satu tahun.
Selanjutnya juga dikemukakan sebuah
ketentuan hukum yang mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati
menghadapi kasus euthanasia.
- Pasal 345
Barang siapa dengan sengaja
menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau
memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat
tahun penjara.
Berdasarkan penjelasan pandangan
hukum terhadap tindakan euthanasia dalam skenario ini, maka dokter dan keluarga
yang memberikan izin dalam pelaksanaan tindakan tersebut dapat dijeratkan
dengan pasal 345 KUHP dengan acaman penjara selama-lamanya empat tahun penjara.
Aspek Hak Asasi.
Hak
asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi
tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya
justru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari
aspek hukum euthanasia, yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam
euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya,
secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila
dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegas
lagi dari segala penderitaan yang hebat.
Melihat
pelaksanaan euthanasia dan berdasarkan UU no 39 tahun 1999 Hak Asasi Manusia dan The universal
declaration of human right serta KUHP dapat saya simpulkan beberapa hal yang
dinilai melanggar Hukum dan HAM dalam euthanasia tetapi tidak secara jelas saya
mencoba menyimpulkan berdasarkan berdasarkan beberap hal yang kiranya menurut
penilaian umum dinilai setidaknya melanggar HAM dan hukum yang harus kita
perhatikan dari berbagai aspek yang kiranya memuat pelanggran Hukum dan HAM
dalam pelaksanaan euthanasia Dalam memberikan penilaian kita perlu melihat
jenis euthanasia itu sendiri, karena dari jenisnya kita dapat memberikan
penilaian sejauh mana itu dinilai sebagai pelanggaran HAM.
Euthanasia
Aktif
a.
Euthanasia Aktif Volentir
Jika kita simak pasal 1 UU no 39
Tahun 1999 tentang HAM “ Hak Asasi Manusia itu adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah_Nya yang
wajib dihormati dan dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi
penghormatan, serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.Sedangkan
tindakan dokter yang menyuntikkan zat mematikan ke dalam tubuh pasien yang dia tahu akan
mengahiri kehidupan pasien yang disuntiknya tersebut dengan zat mematikan itu,
juga melanggar KODEKI dan sumpah Hipocrates. Jadi bisa disimpulkan bahwa faktor
penyebabpelanggaran HAM pada jenis euthanasia ini adalah tindakan yang
dilakukan dokter yang memberikan suntikan zat mematikan kepada pasien yang
memintah mengakhiri hidupnya.
b.
Euthanasia Aktif non volentir
Dari jenis ini yang menjadi faktor utama pelanggaran hukum
dan HAM adalah karena dokter dan keluarga dekat pasien melakukan tindakan
euthanasia secara aktif tanpa persetujuan dari pasien. Rasa kasihan dan
sebagainya tidaklah menjadi suatu hal yang membenarkan euthanasia.
c.
Euthanasia Aktif involuntir
Pada jenis ini sama saja dengan
kedua jenis sebalumnya tetapi hanya terletak dari keadaan bahwa dokter yang
secara aktif melakukan tindakan yang dapat mematikan pada pasien tanpa seizin
pasien tersebut karena berada dalam keadaan Terminally ill. Jika dilihat dari hukum pidana Indonesia,
tindakan ini tidak dibenarkan dan dokter yang melakukan tindakan ini harus siap
menerima hukuman karena melanggar pasal 338 atas penghilangan jiwa orang lain.
Euthanasia
Pasif
a.
Euthanasia Pasif Voluntir
Tindakan dokter yang menghentikan
atau mencabut tindakan atau pengobatan yang diperlukan untuk mempertahankan
hidup pasien. Walaupun tindakan ini dilakukan atas permintaan pasien. Jika dipikirkan
dari sisi pasien ada beberapa aspek yang memungkinkan pasien melakukan itu,
misalnya sudah merasa siap untuk menemui ajalnya atau berpikir berobat tidak
akan berguna lagi menyelamatkan hidupnya dan akan menghabiskan biaya saja dan
akhirnya tetap berujung pada kematian. Dalam euthanasia jenis ini tidak ada
pelanggaran HAM, dalam pandangan iman bisa saja euthanasia ini dilakukan dengan
catatan bahwa sang pasien sudah bebar-benar siap secara iman untuk meninggal
secara bermartabat dengan suasana damai di tengah keluarganya.
b.
Euthanasia Pasif non Voluntir
Yang menyebabkan timbulnya
pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam tindakan ini adalah adanya tindakan
penghentian tindakan penyelamatan atau perawatan terhadap pasien yang tidak
sadarkan diri. Mengapa saya mengatakan demikian karena tindakan itu tidak
seharusnya dilakukan karena sama saja dengan ketidakpedulian atau penghormatan
atas suatu kehidupan yang semestinya dihargai oleh dokter sampai pada akhirnya
orang tersebut benar-benar dalam kematian biologis.
c.
Euthanasia Pasif Involuntir
Penghentian tindakan pengobatan dan
pencabutan segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mepertahankan hidup
manusia dilakukan tidak atas persetujuan pasien sedangkan pasien masih ingin
hidup.Tindakan demikian diatas sama saja dengan merampas hak hidup pasiendan
secara medis ini sangat tidak dibenarkan, karena tindakan ini sama saja denga
mengabaikan hak hidup sipasien tanpa seijinnya. Hal ini menunjukkan tindakan
seorang dokter yang harus menghormati hidup setiap insani.Tindakan pembiaran
merupakan faktor pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam jenis pelanggaran ini juga
perampasan hidup pasien karena sang
pasien masih ingin hidup tapi di rampas hidupnya karena penghentian
tindakan pengobatan.
Indonesia euthanasia merupakan perbuatan yang melawan hukum,
hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada
Pasal 344, 338, 340, 345, dan 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dari
ketentuan tersebut, ketentuan yang berkaitna langsung dengan euthanasia aktif
terdapat pada pasal 344 KUHP.
* Penulis adalah mahasiswa fakultas hukum unmuha *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar