Masyarakat, Hukum, dan Negara
Oleh : Novrizal Juanda
Terbentuknya
Masyarakat
Menurut
kodratnya, manusia yang satu tidak dapat dipisahkan dengan manusia yang
lainnya. Manusia selalu hidup berdampingan dan membutuhkan bantuan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan sejarah manusia, awal terbentuknya
masyarakat terjadi pada zaman komunal primitif.
Dalam
mempertahankan kehidupannya, manusia pada masa itu hidup secara komune
(berkumpul) dengan hubungan produksi yang bersifat kolektif. Artinya dalam
memenuhi kebutuhan hidup komune, mereka harus mencari sumber makanan yang
dilakukan secara bersama-sama untuk kepentingan bersama. Oleh karena itu,
Aristoteles menyebut manusia sebagai Zoon Politicon yang menegaskan bahwa
manusia itu sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dan
berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk yang suka bermasyarakat.
Dengan sifat yang demikian, maka manusia disebut sebagai makhluk sosial.
Disamping
itu, manusia juga mempunyai keperluan sendiri-sendiri. Seringkali keperluan itu
searah serta berpadanan satu sama lain, sehingga menimbulkan hubungan yang
saling membantu satu dengan lainnya untuk memenuhi keperluan itu. Namun
terkadang, keperluan-keperluan tersebut berlainan bahkan menimbulkan
pertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga memunculkan
pertikaian dan ketidakharmonisan didalam kehidupan. Hal inilah yang nantinya
akan melahirkan sistem penindasan manusia terhadap manusia lainnya.
Manusia atau
golongan manusia yang kuat akan menindas dan/atau memaksakan kehendaknya kepada
manusia atau kelompok manusia yang lemah. Hal ini berdampak pada
ketidakseimbangan hubungan manusia dalam tataran sosial yang lambat laun akan
mengakibatkan perpecahan dalam masyarakat.
Berangkat
dari persoalan tersebut, maka manusia mulai berfikir tentang harus adanya
aturan main atau kaidah/norma yang dapat diberlakukan dan ditaati oleh
masyarakat dalam hubungan sosialnya. Aturan main atau kaidah/norma itu diharapkan
dapat memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia harus bertingkah laku dan
bertindak di dalam masyarakat. Aturan-aturan ini menjadi kebutuhan bagi
masyarakat dengan tujuan untuk menciptakan hubungan yang harmonis, saling
menghormati dan menghargai antar manusia itu sendiri.
Dalam
bukunya yang berjudul “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, Drs.
C.S.T. Kansil. S.H. menyebutkan bahwa peraturan hidup masyarakat yang bersifat
mengatur dan memaksa untuk menjamin tata-tertib dalam masyarakat ini dinamakan
peraturan hukum atau kaedah hukum.Hukum alat Negara Sesungguhnya apabila kita
meneliti secara benar, akan sukar bagi kita untuk menemukan definisi tentang
hukum, karena para sarjana hukum sendiri belum dapat merumuskan definisi hukum
secara lebih mendalam.
Namun dari
beberapa pendapat para sarjana hukum yang telah melakukan penelitian tentang
hukum, dapat disimpulkan bahwa hukum merupakan seluruh aturan atau norma yang
mengatur tingkah laku manusia didalam sebuah masyarakat yang bersifat mengatur
dan memaksa setiap manusia didalamnya untuk tunduk dan patuh. Hal ini
dikarenakan hukum memiliki sanksi yang tegas bagi setiap manusia yang
melanggarnya. Sehingga ini diharapkan mampu menciptakan hubungan masyarakat
yang harmonis dengan mematuhi aturan-aturan hukum yang berlaku.
Menurut
Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul “Dasar-Dasar Hukum dan
Pengadilan” mengatakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam
pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya. Menurutnya,
hukum melayani tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan “keadilan” dan
“ketertiban” yang menjadi syarat utama dalam mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan.
Hukum ini
terbagi dalam dua macam, yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum
tertulis atau yang lazim disebut sebagai hukum positif ialah hukum
perundang-undangan yang dibuat oleh negara melalui lembaga yang berwenang, dan
tersusun dalam bentuk tata hukum nasional (Soerjono Soekanto). Sementara hukum
yang tidak tertulis ialah adat atau kebiasaan yang berkembang dimasyarakat, dan
yang membuat hukum tidak tertulis ini ialah masyarakat itu sendiri.
Sedangkan
menurut Prof. Abdulkadir Muhammad dalam bukunya “Hukum dan Penelitian Hukum”,
menyebutkan bahwa konsep hukum sekarang ini telah dikembangkan tidak hanya
dipandang sebagai konsep normatif positivistis, tetapi juga sudah merupakan
gejala sosial yang berfungsi sebagai upaya pemaksaan pola-pola perilaku
tertentu pada individu-individu dalam masyarakat dan merupakan abstraksi dari
interaksi sosial. Namun pada perkembangan selanjutnya, hukum ini dijadikan alat
untuk melanggengkan kekuasaan segelintir manusia atas manusia lain didalam
masyarakat. Hukum menjadi alat pemaksa kepada masyarakat untuk tunduk dan patuh
kepada orang yang memegang kekuasaan didalam struktur kemasyarakatan, lebih
jauh lagi ialah orang yang memegang kekuasaan atas sebuah negara.
Dari sini,
hukum akan dipergunakan oleh manusia atau kelompok manusia untuk menindas dan
memaksakan kehendak mereka kepada manusia atau kelompok manusia lainnya yang
lemah. Bentuk penindasan seperti ini sering disebut juga sebagai penindasan
gaya baru.
Teori Negara
dan Perkembangannya
Sebelum abad
XV, penyebutan kata “civitas” atau “res publica” lebih lazim digunakan daripada
“stato” untuk menyebutkan negara, terutama oleh orang-orang Romawi. Sementara
di Indonesia, penyebutan kata “negara” telah digunakan jauh lebih dahulu, yaitu
pada awal abad V di Nusantara telah mengenal sebuah kerajaan yang bernama
“Tarumanegara”, sebuah kerajaan yang daerahnya meliputi sekitar lembah sungai
Citarum di Jawa Barat yang dipimpin oleh raja yang bernama Purnawarman. Namun
pada perkembangannya, kata “negara” dapat dipahami secara umum sebagai
pengertian yang menunjukkan organisasi teritorial sebuah bangsa yang memiliki
kedaulatan.
Negara
merupakan integrasi dari kekuasaan politik, ia menjadi alat masyarakat yang
memiliki kewenangan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat. Dalam
kerangka tersebut, negara memiliki tugas pokok, pertama: mengendalikan
dan mengatur gejala-gejala asosial, atau gejala yang bertentangan satu sama
lain, agar tidak antagonistik yang membahayakan. Kedua,
mengorganisasikan dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan
untuk mencapai tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya.
Hakekat
daripada negara ialah sebagai wadah bangsa untuk mencapai cita-cita atau tujuan
bangsanya. Sementara tujuan dari adanya negara menurut Immanuel Kant adalah
menjunjung tinggi hak dan kebebasan warganya, yang berarti negara harus menjamin
kedudukan hukum individu dalam negara itu. Dengan demikian setiap warga negara
mempunyai kedudukan hukum yang sama dan tidak boleh diperlakukan
sewenang-wenang oleh penguasa.
Tujuan dan
fungsi negara mempunyai hubungan yang timbal balik dan tidak dapat dipisahkan.
Tujuan negara adalah suatu harapan atau cita-cita yang hendak dicapai oleh
negara, sedangkan fungsi negara adalah upaya atau kegiatan negara untuk
mengubah harapan atau cita-cita negara menjadi kenyataan.
Berbeda
dengan negara menurut Karl Marx yang menganggap bahwa negara diciptakan oleh
kekuatan kapital dan merupakan instrumen untuk menindas rakyat. Engels
memaparkan bahwa negara adalah hasil pergulatan sebuah masyarakat. Pada tingkat
perkembangan tertentu, negara adalah pengakuan bahwa masyarakat telah terlibat
dalam kontradiksi-kontradiksi yang tak terpecahkan, lalu terbelah dalam
antagonisme-antagonisme (kelas-kelas sosial didalam masyarakat) yang sudah
tidak dapat didamaikan serta tidak mampu dilenyapkan juga olehnya.
Agar
kelas-kelas yang saling berbenturan dalam hal kepentingan ekonomi ini tidak
saling menghancurkan, maka dibutuhkan suatu kekuasaan yang berdiri diatas
masyarakat untuk tujuan melunakkan bentrokan dan mempertahankan masyarakat agar
berada dalam ikatan susunan tata tertib. Lambat laun kekuasaan ini menempatkan
dirinya di atas dan semakin mengasingkan dirinya dari masyarakat. Engels
menegaskan bahwa negara dalam kenyataannya tidak lain daripada mesin penindas
satu kelas kepada kelas lainnya. Hal ini dapat terjadi di negara Republik
Demokratis seperti juga terjadi dalam negara Monarki.
Sedangkan
mengenai definisi dan asal mula negara, Tan Malaka berkeyakinan bahwa jika
dalam suatu masyarakat terdapat dua kelas yang saling bertentangan kepentingan
ekonominya dan tidak dapat didamaikan, maka akan muncul suatu kekuasaan untuk
membatasi dan menempatkan pertentangan dalam ketentraman umum. Kekuasaan itulah
yang disebut Marx dan Engels sebagai negara, yaitu kekuasaan yang secara kasat
mata terdiri dari birokrasi, tentara, mahkamah, polisi, dan penjara.
Seharusnya
peran ideal yang harus dimainkan negara adalah melindungi, mengatur, dan
membela hak-hak masyarakatnya, akan tetapi dominasi masyarakat kelas atas (yang
berkuasa) melalui negara semakin membuat pertentangan kelas tersebut menjadi
tajam. Negara merupakan lembaga yang memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam
sebuah masyarakat dan dapat memaksa kehendak warga atau kelompok yang ada di
masyarakat. Bahkan jika dianggap perlu, negara memiliki keabsahan untuk
menggunakan kekerasan fisik dalam memaksakan kepatuhan masyarakat terhadap
perintah-perintah yang dikeluarkannya.
Menurut Arif
Budiman, Kekuasaan besar ini diperoleh karena negara merupakan pelembagaan yang
mewakili kepentingan umum. Oleh karenanya, negara dapat memaksakan kehendaknya
melawan kepentingan-kepentingan pribadi, atau kelompok masyarakat yang lebih
kecil jumlahnya.
Mengenai
jenis-jenis bentuk negara, Aristoteles memiliki kriteria dalam menguraikan
bentuk-bentuk negara ini ada dua hal, yaitu: 1. Jumlah orang yang memegang
pemerintahan dalam susunan kenegaraan; 2. Sifat atau tujuan pemerintahannya;
maksudnya pemerintahan itu ditujukan untuk kepentingan umum (ini yang bersifat
baik), atau pemerintahan itu hanya ditujukan untuk kepentingan para penguasa
saja (ini yang jelek).
Berdasarkan
dua kriteria tersebut diatas, maka menurut Aristoteles didapatkan bentuk-bentuk
negara:
1. Negara
dimana pemerintahannya hanya dipegang oleh satu orang saja. Hal ini juga
dibedakan berdasarkan sifat, yaitu:
a. Negara
yang pemerintahannya dipegang oleh satu orang dan ditujukan untuk kepentingan
umum. Negara ini disebut Monarki.
b. Negara
yang pemerintahannya dipegang oleh satu orang dan ditujukan untuk kepentingan
si penguasa itu sendiri. Negara ini disebut Tyranni.
2. Negara
dimana pemerintahannya itu dipegang oleh beberapa orang (golongan kecil). Hal
ini juga dibedakan berdasarkan sifat, yaitu:
a. Negara
yang pemerintahannya itu dipegang oleh beberapa orang dan ditujukan untuk
kepentingan umum. Negara ini disebut Aristokrasi.
b. Negara
yang pemerintahannya itu dipegang oleh beberapa orang dan ditujukan untuk
kepentingan mereka sendiri. Negara ini disebut Oligarki.
3. Negara
dimana pemerintahannya itu dipegang oleh rakyat, kedaulatan berada ditangan
rakyat. Hal ini juga dibedakan berdasarkan sifat, yaitu:
a. Negara
yang pemerintahannya itu dipegang oleh rakyat dan ditujukan untuk kepentingan
umum atau rakyat. Negara ini disebut Republik atau Republik Konstitusionil.
b. Negara
yang pemerintahannya itu dipegang oleh rakyat dan ditujukan untuk kepentingan
si pemegang kekuasaan itu saja. Negara ini disebut Demokrasi.
Dalam
pergaulannya, manusia selalu mengalami perkembangan dan kemajuan seiring dengan
pertentangan-pertentangannya. Manusia yang satu pada hakekatnya tidak dapat
dipisahkan dari manusia lainnya. Namun dalam realitasnya, pergaulan ini selalu
menimbulkan kontradiksi didalam struktur masyarakat yang berkaitan dengan
kepentingan mereka masing-masing. Oleh karenanya, mereka membutuhkan hukum atau
aturan untuk mengatur tingkah laku mereka. Hingga pada titik tertentu,
masyarakat tersebut membutuhkan sebuah negara sebagai alat untuk melindungi
kepentingannya.
Sampai pada
perkembangannya, negara dijadikan alat untuk melindungi kepentingan penguasa
dan para pihak yang memiliki kapital. Hal ini akan menghilangkan esensi dan
hakekat dari negara yang sebenarnya. Akan tetapi, saat kesenjangan sosial
antara si kaya dan si miskin didalam masyarakat tersebut sudah tidak ada, maka
negara pun (secara otomatis) tidak dibutuhkan lagi dan akan lenyap dengan
sendirinya (Lenin).
*Referensi dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar