Minggu, 28 April 2013

Kriminologi : Pelaku Mutilasi, Pantas Dihukum Mati

Kriminologi : Pelaku Mutilasi, Pantas Dihukum Mati


Tindak kejahatan pembunuhan yang disertai mutilasi ternyata bukan hal baru di Negara kita, Pada tahun 1960-1970-an kejahatan pembunuhan disertai mutilasi ini sudah pernah terjadi. Adapun alasan pelaku melakukan mutilasi karena ingin menyembunyikan identitas korban supaya tidak diketahui orang lain, dan pelaku merasa puas setelah memutilasi korban. Sadis dan kejam, adalah sebutan yang pantas bagi para pelaku kejahatan pembunuhan disertai mutilasi. Setelah Robot Gedek dan Veri Idham alis Ryan dari Jombang sekarang ada Baekuni yang menghentakkan hukum dinegara kita akan sadis dan kejamnya pelaku mutilasi ini yang dengan tega dan sadar membunuh /menghilangkan nyawa orang lain, memutilasi korban bahkan melakukan kejahatan seksual terhadap anak laki-laki yang dibawah umur dan informasi terbaru pernah menculik anak perempuan selama 9 tahun.

Kejahatan Baekuni alias Babe


Baekuni alias Babe, 48 tahun sekarang ini seakan menjadi "aktor/bintang dadakan" dengan kesadisannya. Seluruh tabir kejahatan Babe baru terungkap dan berakhir, saat ia menghabisi anak asuhnya, Ardiansyah (10) yang merupakan anak asuhnya. Berbeda dengan beberapa korban lain, Ardiansyah masih memiliki keluarga dan memiliki identitas kependudukan. Oleh karena itu, aksi Babe dapat diungkap dengan cepat dan Ardiansyah menjadi kunci pengungkapan. Karena adanya laporan dari keluarga, penyelidikan yang akhirnya mengungkap pelaku mutilasi ini. Korban mutilasi Babe lebih ditujukan untuk menghilangkan jejak dan kencederungan motif mutilasi dilakukannya lebih pada alasan untuk memudahkan membuang tubuh korban.

Adapun hubungan korban dengan pelaku dalam kasus ini lebih pada hubungan eksploitasi, bukan hubungan asmara atau emosional. Babe mengidap pedofilia (ketertarikan seksual dengan anak di bawah umur) dan Nekrofil (berhubungan seksual dengan mayat) serta Homoseksual. Seluruh korban yang dihabisi Babe berusia dibawah 12 dan semuanya anak laki-laki. Adapun keinginan Babe membunuh dan memutilasi korban dikarenakan korban menolak untuk diajak berhubungan seksual. Akibat penolakan tersebut akhirnya pelaku membunuh dan memutilasi korban. Melihat kasus ini, tersangka memiliki kecerdasan untuk menutupi kejahatan dan memiliki kepuasan saat menjalankan aksi kejinya. Oleh karena itu, timbul perasaan untuk mengulangi perbuatannya.Tersangka jelas memiliki kepintaran untuk menutupi kejahatannya selama ini dan sadar dalam menjalankan aksinya. Di samping itu, ada rasa kepuasan saat dia menjalankan kejahatannya.

Pola kejahatan Babe sangat sulit untuk diungkap saat ini. Karena korban umumnya anak jalanan yang tidak memiliki identitas kependudukan, akan sangat sulit untuk melacak pelaku dan korban apalagi korban Babe dimutilasi hingga beberapa bagian. Di samping itu, korban pun tidak memiliki kejelasan identitas. Ini ditambah belum adanya pihak keluarga korban yang melapor ke polisi. Hal ini menjadi kesulitan tersendiri dalam mengungkap tabir kejahatan Babe.

Penyebab Mutilasi


Kejahatan mutilasi biasanya terjadi tergantung kepada keadaan psikis si pelaku, dimana si pelaku cenderung mengalami gangguan kejiwaan, kejahatan memutilasi merupakan kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan, dengan maksud untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut maka dilakukanlah pemutilasian tubuh korban, sehingga korban tidak diketahui keberadaannya ataupun jika diketahui maka akan menghambat penyidik untuk mengungkap identitasnya. Dari sisi ilmu kriminologi, secara definitive yang dimaksud dengan mutilasi adalah terpisahnya anggota tubuh yang satu dari anggota tubuh lainnya oleh sebab yang tidak wajar. Beberapa penyebab terjadinya mutilasi disebabkan oleh kecelakaan, bisa juga merupakan faktor kesengajaan atau motif untuk melakukan tindakan jahat (kriminal), dan bisa juga oleh faktor lain-lain seperti sunat. Sebagai suatu konteks tindak kejahatan biasanya pelaku melakukan tindakan mutilasi adalah dengan tujuan untuk membuat relasi antara dirinya dengan korban terputus dan agar jati diri korban tidak dikenali dengan alasan-alasan tertentu.

Alasan-alasan dilakukannya tindakan mutilasi oleh pelaku terhadap korban tentunya dilatarbelakangi oleh motif-motif tertentu pula. pelaku menderita gangguan jiwa, sejenis sadism. Pelaku terpuaskan bila orang lain menderita, terbunuh, terpotong-potong. Ini bisa diketahui dengan hanya melihat potongan-potongan tubuh tersebut. Pada umumnya kalau motif yang dilatarbelakangi oleh motif cinta, potongannnya adalah di bagian-bagian genetalia seperti payudara, penis, dan yang lain. Namun kalau motifnya dendam, umumnya yang dimutilasi adalah bagian kepala. Kedua motif ini biasanya dilakukan dengan sengaja dan terencana yang disebabkan oleh rasa tidak puas pelaku mutilasi terhadap korban, Namun, terlepas dari semua hal itu, kejahatan mutilasi sering sekali terjadi dilakukan oleh orang-orang yang memang mengalami depresi dan gangguan kejiwaan, bahwa dengan tidak memotong-motong tubuh korbannya, pelaku sering sekali tidak puas untuk menyelesaikan kejahatannya. Adapun motif utama pembunuhan mutilasi adalah menghilangkan identitas korban sehingga identitas korban sulit dilacak, apalagi pelakunya. Menghilangkan identitas dengan cara memotong-motong tubuh juga mencerminkan kepanikan pelaku. Usai melakukan pembunuhan, pelaku biasanya panik dan mencari jalan pintas untuk menyelamatkan diri. pelaku pembunuhan mutilasi juga umumnya seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan apalagi jika pelaku berpikir untuk menghilangkan kepala, jari, dan tulang adalah cara pelaku untuk mempersulit penyelidikan. Jika organ-organ penting untuk identifikasi hilang, uji DNA (deoxyribonucleic acid) menjadi satu-satunya cara. Tapi itu bukan hal mudah, sebab uji DNA baru bisa dilakukan jika ada pembanding. ada dua kemungkinan orang melakukan mutilasi. Pertama, pelaku khawatir dirinya akan ditangkap bila meninggalkan korbannya secara
utuh. Mereka berpikir bila meninggalkan jejak, terungkapnya kasus tersebut akan sangat tinggi. Karena itu, untuk menghilangkan jejak, pelaku dengan sengaja melakukan mutilasi dengan harapan orang lain akan sulit mencari jejak korban maupun pelaku. Kedua, terlalu rapatnya beberapa kasus mutilasi yang terjadi akhir-akhir ini membuat para pelaku mengadopsi tayangan televisi atau media lainnya. Dengan demikian, para pelaku mengambil referensi dari berbagai ragam media massa,baik cetak maupun elektronik, yang tersebar di seluruh pelosok kota. Namun, kemungkinan yang paling besar adalah para pelaku panik dengan tindakan yang dilakukannya. Kemudian, mereka ingin aksi itu tidak diketahui banyak orang sehingga memutilasi korbannya.

Upaya mengatasi Kejahatan Mutilasi


Pelaku kejahatan pembunuhan dan mutilasi seperti Babe merupakan orang yang berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat. Tersangka memiliki kecenderungan untuk terus mengulangi kejahatannya bila tidak dihentikan. Oleh karena itu, Hukum
dinegara kita harus menjatuhkan hukuman yang berat bagi tersangka. Kecenderungannya untuk kembali melakukan tindak kejahatan besar. Karena itu, perlu penanganan hukum yang serius bagi tersangka.Kecenderungan anak yang menjadi korban kejahatan hingga pembunuhan adalah biasanya anak-anak yang tidak memiliki jaminan sosial seperti anak jalanan. Ada tiga aspek yang menyebabkan anak jalanan rentan menjadi korban kejahatan. Pertama, sebagian besar mereka tidak mendapatkan pengawasan yang baik dari orang tua mereka. Kedua, dorongan kondisi ekonomi yang memaksa mereka untuk bergantung pada orang lain. Ada ketergantungan kebutuhan ekonomi anak terhadap orang lain, karena tidak mereka peroleh dari orang tua, Sedangkan aspek ketiga adalah faktor lingkungan yang cenderung kurang peduli dengan kondisi yang menimpa anak-anak tersebut. Untuk mencegah terjadinya hal yang sama, Hendaknya pihak orang tua harus meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak mereka. Karena itu, peran serta pemerintah menjadi sangat penting. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak jalanan, tanggung jawab Negara karena hal ini merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 untuk memelihara anak-anak jalanan agar tidak dieksploitasi atau bahkan dibunuh dan dimutilasi serta dibutuhkan sosialisasi ajaran agama dalam penanaman kesadaran keluarga tentang perlunya keharmonisan kehidupan sosial secara intensif dari seperti Dinas sosial dan Tokoh agama. Dan untuk para penegak hukum hendaknya memecahkan berbagai problem kejahatan pembunuhan yang dilanjuutkan mutilasi ini dengan cara penegakan hukum yang baik, teknik pelacakan korban dan pelaku yang canggih, pengamanan Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang ketat serta ditunjang autopsi dan forensik yang tepat dan tentunya hal tersebut haruslah didukung oleh masyarakat dalam melaporkan kejadian dan siap menjadi saksi serta peran media massa sangat dibutuhkan agar masyarakat mengetahui kejahatan itu. Hendaknya hukuman mati adalah yang pantas untuk pelaku pembunuhan dilanjutkan mutilasi sebagai hukuman atas tindakan yang dinilai sangat tepat. Hal ini dikarenakan pelaku telah melakukan pembunuhan secara sadis dan kejam. Terlepas dari unsur latar belakangnya, apapun mutilasi menurut hukum acara pidana (KUHAP) adalah perbuatan kriminal dan sebagai perbuatan di luar kewajaran. Jadi harus dituntut secara hukum antara lain dengan pasal 340 dan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana dan pantas bila mendapatkan pidana mati atau seumur hidup. Sehingga hal ini akan menimbulkan efek jera dan tidak akan ada lagi pelaku mutilasi ini kedepannya. Semoga




Written By : Rio Armanda Agustian, S.H.,M.H.
Dosen, Kriminolog, Peneliti
Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial
Universitas Bangka Belitung
 
 http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Kriminologi%20:%20Pelaku%20Mutilasi,%20Pantas%20Dihukum%20Mati&&nomorurut_artikel=454

Tidak ada komentar:

Posting Komentar