Senin, 29 April 2013

Hukum Islam Tentang Pacaran



                                            Oleh : Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Unmuuha


Pendahuluan
Sebelum anda  melanjutkan membaca artikel soal hukum islam tentang pacaran ini, agar anda tidak kecewa, maka saya ingin menyampaikan kesimpulannya terlebih dahulu, bahwa hukum islam tentang pacaran adalah haram. Mohon maaf mengecewakan para pembaca. Tapi itulah kenyataannya, entahlah bila ada yang memiliki argumen yang berbeda soal hukum islam tentang pacaran. Kesimpulan itu saya dapatkan setelah browsing artikel mengenai hukum islam tentang pacaran di internet.
Saya memutuskan untuk membuat artikel mengenai hukum islam tentang pacaran ini setelah membaca beberapa artikel dari situs lain. Saya merasa perlu membagikan “kabar buruk” ini kepada anda yang sedang jatuh cinta dan berpacaran, namun mungkin menjadi “kabar baik” bagi mereka yang sedang menjomblo. Sekali lagi mohon maaf sebelumnya.
Tapi islam adalah rahmat dan hukum islam tentang pacaran tentu saja bertujuan untuk memberikan kebaikan bagi kita semua. Untuk itulah, sehingga penting bagi kita untuk mengetahui mengapa hukum islam tentang pacaran adalah haram.

Hukum Islam Tentang Pacaran
Dalam al-Quran, surah Al Isra ayat 32, telah disebutkan bahwa yang artinya:
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Pacaran adalah perbuatan yang mendekati zina. Insan yang sedang kasmaran akan cenderung untuk melakukan perbuatan yang meendekati zina. Orang yang berpacaran tentu saja ingin selalu berduaan dan cenderung mencari tempat yang sepi jauh dari keramaian agar dapat berdua saja menikmati suasana. Sehubungan dengan hal ini, maka Nabi bersabda bahwa:
Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab syaiton menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali disertai dengan mahramnya.” (HR. Imam Bukhari Muslim).
Sehubungan dengan hukum islam tentang pacaran yang diharamkan, maka seperti yang diriwayatkan oleh Abdullah Bin Mas’ud, bahwa nabi memberikan resep bagi mereka yang ingin berpacaran dengan cara yang halal dan menghindari zina. Nabi bersabda bahwa:
Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu serta berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu”. (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi).
Hukum Islam Tentang PacaranDemikianlah bahwa hukum islam tentang pacaran adalah haram dan bila anda telah memiliki kemampuan dan ingin merasakan pacaran yang halal maka menikahlah, namun bila anda belum memiliki kemampuan untuk menikah, maka berpuasalah. Demikian artikel mengenai hukum islam tentang pacaran semoga bermanfaat bagi kita semua.

Hukum Agraria

Oleh : Novrizal Juanda


                                            BAB I
                                  PENDAHULUAN
1    1.  Latar Belakang
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah. Pun pada saat manusia meninggal dunia masih memerlukan tanah untuk penguburannya Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Dengan adanya hal tersebut maka dapat menimbulkan suatu sengketa tanah di dalam masvarakat. Sengketa tersebut timbul akibat adanya perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang salah 1 pihak melakukan wanprestasi.
Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat .Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA. Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mencuatnya kasus-kasus sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan kembali menegaskan kenyataan bahwa selama 62 tahun Indonesia merdeka, negara masih belum bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) baru sebatas menandai dimulainya era baru kepemilikan tanah yang awalnya bersifat komunal berkembang menjadi kepemilikan individual.
Terkait dengan banyak mencuatnya kasus sengketa tanah ini, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto mengatakan, bahwa terdapat sedikitnya terdapat 2.810 kasus sengketa tanah skala nasional. Kasus sengketa tanah yang berjumlah 2.810 kasus itu tersebar di seluruh indonesia dalam skala besar. Yang bersekala kecil, jumlahnya lebih besar lagi.
1.2  Rumusan Masalah
Untuk memberikan arah, penulis bermaksud membuat suatu perumusan masalah sesuai dengan arah yang menjadi tujuan dan sasaran penulisan dalam paper ini. Perumusan masalah menurut istilahnya terdiri atas dua kata yaitu rumusan yang berarti ringkasan atau kependekan, dan masalah yang berarti pernyataan yang menunjukkan jarak antara rencana dengan pelaksanaan, antara harapan dengan kenyataan. Perumusan masalah dalam paper ini berisikan antara lain :
Ø  Apa arti dari sengketa Tanah ?
Ø  Bagaimana penyelesaian kasus penyelesaian sengketa tanah antara militer dengan warga masyarakat di jawa timur ?
Ø  Sejauh mana kekuatan sertifikat sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa tanah ?
1.3  Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan penelitian dari paper ini yaitu :
·         Untuk mengetahui sejauh mana kekuatan sertifikat sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa tanah.
·         Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian terbaik terhadap tanah yang dijadikan obyek sengketa tersebut .
·         Guna menambah wawasan dan pengetahuan bagi para mahasiswa mengenai cara menangani suatu sengketa atas tanah .
·         Dapat bermanfaat dan memberikan informasi tentang bagaimana proses penguasaan tanah, jaminan hukumnya, serta penyelesaian mengenai sengketa tanah bagi para mahasiswa.
1.4  Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan paper ini yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan penelitian.
2. Bahan – bahan yang didapatkan melalui Intenet.
1.5  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan paper ini di bagi menjadi 4 bab, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini yang merupakan pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM SENGKETA TANAH, Pada bab ini diuraikan sekilas mengenai pengertian dari sengketa tanah, bagaimana penyelesaiakan terhadap sengketa tanah, sertipikat sebagai kekuatan alat nukti dalam penyelesaian sengketa tanah.
BAB III : INTI MASALAH, Pada bab ini menguraikan mengenai permasalahan penyelesaian sengketa tanah antara militer di Jawa Timur.
BAB IV : PENUTUP, Pada bab penutup ini berisikan tentang kesimpulan dari materi penyelesaian sengketa tanah dan saran atas paper yang telah dibuat ini.

                                                                 BAB II
                                                           PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Sengketa Tanah
Akhir-akhir ini kasus pertanahan muncul ke permukaan dan merupakan bahan pemberitaan di media massa. Secara makro penyebab munculnya kasus-kasus pertanahan tersebut adalah sangat bervariasi yang antara lain :
·         · Harga tanah yang meningkat dengan cepat.
·         · Kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan kepentingan / haknya.
·         · Iklim keterbukaan yang digariskan pemerintah.
Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret antara perorangan dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum; badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan respons / reaksi / penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan pemerintah),
Menurut Rusmadi Murad, pengertian sengketa tanah atau dapat juga dikatakan sebagai sengketa hak atas tanah, yaitu :
Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang atau badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
2.2  Penyelesaian Sengketa Tanah
Cara penyelesaian sengketa tanah melalui BPN (Badan Pertanahan Nasional)yaitu :
Kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim / pengaduan / keberatan dari masyarakat (perorangan/badan hukum) yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, serta keputusan Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tersebut. Dengan adanya klaim tersebut, mereka ingin mendapat penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta merta dari Pejabat yang berwenang untuk itu. Kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan (sertifikat / Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Kasus pertanahan meliputi beberapa macam antara lain :
Ø  mengenai masalah status tanah,
Ø  masalah kepemilikan,
Ø  masalah bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar pemberian hak dan sebagainya.
Setelah menerima berkas pengaduan dari masyarakat tersebut di atas, pejabat yang berwenang menyelesaikan masalah ini akan mengadakan penelitian dan pengumpulan data terhadap berkas yang diadukan tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sementara apakah pengaduan tersebut dapat diproses lebih lanjut atau tidak dapat. Apabila data yang disampaikan secara langsung ke Badan Pertanahan Nasional itu masih kurang jelas atau kurang lengkap, maka Badan Pertanahan Nasional akan meminta penjelasan disertai dengan data serta saran ke Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota setempat letak tanah yang disengketakan. Bilamana kelengkapan data tersebut telah dipenuhi, maka selanjutnya diadakan pengkajian kembali terhadap masalah yang diajukan tersebut yang meliputi segi prosedur, kewenangan dan penerapan hukumnya. Agar kepentingan masyarakat (perorangan atau badan hukum) yang berhak atas bidang tanah yang diklaim tersebut mendapat perlindungan hukum, maka apabila dipandang perlu setelah Kepala Kantor Pertanahan setempat mengadakan penelitian dan apabila dari keyakinannya memang harus distatus quokan, dapat dilakukan pemblokiran atas tanah sengketa. Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 14-1-1992 No 110-150 perihal Pencabutan Instruksi Menteri Dalam Negeri No 16 tahun 1984.
Dengan dicabutnya Instruksi Menteri Dalam Negeri No 16 Tahun 1984, maka diminta perhatian dari Pejabat Badan Pertanahan Nasional di daerah yaitu para Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, agar selanjutnya di dalam melakukan penetapan status quo atau pemblokiran hanya dilakukan apabila ada penetapan Sita Jaminan (CB) dari Pengadilan. (Bandingkan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1997 Pasal 126).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa apabila Kepala Kantor Pertanahan setempat hendak melakukan tindakan status quo terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan (sertifikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), harusnya bertindak hati-hati dan memperhatikan asas-asas umum Pemerintahan yang baik, antara lain asas kecermatan dan ketelitian, asas keterbukaan (fair play), asas persamaan di dalam melayani kepentingan masyarakat dan memperhatikan pihak-pihak yang bersengketa.
Terhadap kasus pertanahan yang disampaikan ke Badan Pertanahan Nasional untuk dimintakan penyelesaiannya, apabila dapat dipertemukan pihak-pihak yang bersengketa, maka sangat baik jika diselesaikan melalui cara musyawarah. Penyelesaian ini seringkali Badan Pertanahan Nasional diminta sebagai mediator di dalam menyelesaikan sengketa hak atas tanah secara damai saling menghormati pihak-pihak yang bersengketa. Berkenaan dengan itu, bilamana penyelesaian secara musyawarah mencapai kata mufakat, maka harus pula disertai dengan bukti tertulis, yaitu dari surat pemberitahuan untuk para pihak, berita acara rapat dan selanjutnya sebagai bukti adanya perdamaian dituangkan dalam akta yang bila perlu dibuat di hadapan notaris sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Pembatalan keputusan tata usaha negara di bidang pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional berdasarkan adanya cacat hukum/administrasi di dalam penerbitannya. Yang menjadi dasar hukum kewenangan pembatalan keputusan tersebut antara lain :
Ø  Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Ø  Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Ø  Keputusan Presiden No 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan.
Ø  Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1999.
Dalam praktik selama ini terdapat perorangan/ badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan mengajukan keberatan tersebut langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional.Sebagian besar diajukan langsung oleh yang bersangkutan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional dan sebagian diajukan melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan diteruskan melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan
2.3  Kekuatan Pembuktian dalam Penyelesaian Sengketa Tanah
Pembuktian, menurut Prof. R. subekti, yang dimaksud dengan membuktikan adalah Meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.
Kekuatan Pembuktian, Secara umum kekuatan pembuktian alat bukti tertulis, terutama akta otentik mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian, yaitu:
·         Kekuatan pembuktian formil. Membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.
·         Kekuatan pembuktian materiil. Membuktikan antara para pihak, bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut dalam akta itu telah terjadi.
·         Kekuatan mengikat. Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.Oleh karena menyangkut pihak ketiga, maka disebutkan bahwa kata otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar.
                                                                       BAB III
                                                                    PENUTUP
3.1 Kesimpulan 
      Dari berbagai penjelasan dapat di tarik kesimpulan mengenai  berbagai masalah yang timbul yaitu dimana Menurut Kepala BPN Pusat, setidaknya ada tiga hal utama yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah:
1.      Persoalan administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas, akibatnya adalah ada tanah yang dimiliki oleh dua orang dengan memiliki sertifikat masing-masing.
2.      Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata. Ketidakseimbangan dalam distribusi kepemilikan tanah ini baik untuk tanah pertanian maupun bukan pertanian telah menimbulkan ketimpangan baik secara ekonomi, politis maupun sosiologis. Dalam hal ini, masyarakat bawah, khususnya petani/penggarap tanah memikul beban paling berat. Ketimpangan distribusi tanah ini tidak terlepas dari kebijakan ekonomi yang cenderung kapitalistik dan liberalistik. Atas nama pembangunan tanah-tanah garapan petani atau tanah milik masyarakat adat diambil alih oleh para pemodal dengan harga murah.
3.      Legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti formal (sertifikat), tanpa memperhatikan produktivitas tanah. Akibatnya, secara legal (de jure), boleh jadi banyak tanah bersertifikat dimiliki oleh perusahaan atau para pemodal besar, karena mereka telah membelinya dari para petani/pemilik tanah, tetapi tanah tersebut lama ditelantarkan begitu saja. Mungkin sebagian orang menganggap remeh dengan memandang sebelah mata persoalan sengketa tanah ini, padahal persoalan ini merupakan persoalan yang harus segera di carikan solusinya. Kenapa demikian? karena sengketa tanah sangat berpotensi terjadinya konflik antar ras, suku dan agama. Akibatnya harga diri harus dipertaruhkan
3.2 Saran
            Apabila akan melakuan suatu perjanjian mengenai tanah sebaiknya dilakukan dengan membuat suatu perjanjian tertulis yang di saksian oleh notaris agar tidak ada terjadi kesalah pahaman antara si pembuat perjanjian.dan perlu juga melampirkan sertifikat asli dari taanh tersebut.dimana Sertifikat adalah buku tanah dan surat ukurnya setelah dijilid menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Kekuatan Pembuktian Sertifikat, terdiri dari :
1. Sistem Positif
Menurut sistem positif ini, suatu sertifikat tanah yang diberikan itu adalah berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan satu – satunya tanda bukti hak atas tanah.
2. Sistem Negatif

Menurut sistem negatif ini adalah bahwa segala apa yang tercantum didalam sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya (tidak benar) dimuka sidang pengadilan.
** Penulis adalah : Ketua Umum Himpunan Komunitas Peradilan Semu Fakultas Hukum Unmuha.

Pengertian Hukum Pidana

Oleh : Novrizal Juanda
Pengertian hukum pidana secara tradisional adalah “Hukum yang memuat peraturan-peraturan
yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan hukuman

berupa siksa badan”
Pengertian lain adalah, “Hukum pidana adalah peraturan hukum tentang pidana”. Kata “pidana”

berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu hal yang dilimpahkan oleh instansi yang berkuasa

kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak

dilimpahkan sehari-hari.
Sedangkan Prof. Dr. Moeljatno, SH. menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum


pidana bahwa “Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu

negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan

disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar

larangan tersebut;

2. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat

dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilakasanakan apabila orang

yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut “.
Berkenaan dengan pengertian dari hukum pidana, C.S.T. Kansil juga memberikan definisi

sebagai berikut:
“Hukum pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan

terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu

penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu

hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran

dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum“.
Adapun yang termasuk kepentingan umum menurut C.S.T kansil adalah:
a) Badan peraturan perundangan negara, seperti negara, lembaga-lembaga negara, pejabat

negara, pegawai negeri, undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya.
b) Kepentingan umum tiap manusia yaitu, jiwa, raga, tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak

milik/harta benda.
B. Ruang Lingkup Hukum Pidana
Dilihat dari ruang lingkupnya hukum pidana dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis,
2. Hukum pidana sebagai hukum positif,
3. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik,
4. Hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif,
5. Hukum pidana material dan hukum pidana formal,
6. Hukum pidana kodifikasi dan hukum pidana tersebar,
7. Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus,
8. Hukum pidana umum (nasional) dan hukum pidana setempat.
Hukum pidana objektif (ius peonale) adalah seluruh garis hukum mengenai tingkah laku yang

diancam dengan pidana jenis dan macam pidana, serta bagaimana itu dapat dijatuhkan dan

dilaksakan pada waktu dan batas daerah tertentu. Artinya, seluruh warga dari daerah (hukum)

tersebut wajib menaati hukum pidana dalam arti objektif tersebut.
Hukum pidana objektif (ius peonale) ialah semua peraturan yang mengandung/memuat

larangan/ancaman dari peraturan yang diadakan ancaman hukuman. Hukum pidana objektif ini

terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Hukum pidana material, yaitu peraturan-peraturan yang mengandung perumusan: perbuatan-

perbuatan yang dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, hukum apakah yang dapat dijatuhkan.
2. Hukum pidana formal, yaitu disebut juga sebagai hukum acara, memuat peraturan-peraturan

bagaimana cara negara beserta alat-alat perlengkapannya melakukan hak untuk menghukum

(mengancam, menjatuhkan, atau melaksanakan).
Hukum pidana subjektif (ius puniendi) merupakan hak dari penguasa untuk mengancam suatu

pidana kepada suatu tingkah laku sebagaimana digariskan dalam hukum pidana objektif,

mengadakan penyidikkan, menjatuhkan pidana, dan mewajibkan terpidana untuk melaksanakan

pidana yang dijatuhkan. Persoalan mengenai apakah dasarnya atau darimana kekuasaan penguasa

tersebut, jawabannya menurut E.Y Kanter terletak pada falsafah dari hukum pidana.
Hukum pidana umum (alegemen strafrecht) adalah hukum pidana yang berlaku untuk tiap

penduduk, kecuali anggota militer, nama lain dari hukum pidana umum adalah hukum pidana

biasa atau hukum pidana sipil (commune strafrecht). Akan tetapi dilihat dari segi

pengkodifikasiannya maka KUHP pun disebut sebagai hukum pidana umum, dibanding dengan

perundang-undangan lainnya yang tersebar.
Hukum pidana khusus adalah suatu peraturan yang hanya ditunjukkan kepada tindakkan tertentu

(tindak pidana subversi) atau golongan tertentu (militer) atau tindakkan tertentu, seperti

pemberantasan tindak pidana ekonomi, korupsi, dan lain-lain.
Menurut Samidjo, S.H. hukum pidana khusus dapat disebut:[5]
a. Hukum pidana militer,
b. Hukum pidana fiskal (pajak),
c. Hukum pidana ekonomi,
d. Hukum pidana politik.
Jika suatu perbuatan termasuk dalam suatu aturan pidana umum, diatur pula dalam peraturan

pidana khusus, yang khusus itulah yang dikenakan, Adagium untuk itu adalah, “Lex specialis

derograt lex generalis” jadi, hukum pidana khusus lebih diutamakan daripada hukum pidana

umum. Hal dapat kita lihat pada KUHP nasional yang ditentukan dalam pasal 63 ayat 2 KUHP

dan pasal 103 KUHP.
Hukum pidana militer merupakan ketentuan-kententuan pidana yang tercantum dalam KUHP

militer atau disebut KUHPT, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara dan dikenal juga

KUHDT, Kitab Undang-undang Displin Tentara.
Hukum pidana fiskal (pajak) merupakan ketentuan-ketentuan pidana yang tercatum dalam

undang-undang mengenai pajak.
Hukum pidana ekonomi merupakan ketentuan yang mengatur pelanggaran ekonomi yang dapat

mengganggu kepentingan umum.
Hukum pidana politik merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur kejahatan-kejahatan

politik, misalnya menghianati rahasia negara, intervensi, pemberontakan, sabotase.[6]
C. Hubungan Hukum Pidana dengan Ilmu Lain.
Hukum pidana adalah teori mengenai aturan-aturan atau norma-norma hukum pidana. Dalam ruang

lingkup sistem ajaran hukum pidana, yamg dinamakan disiplin hukum pidana sebenarnya

mencakup ilmu hukum pidana, politik hukum pidana, dan filsafat hukum pidana. Ilmu hukum

pidana mencakup beberapa cabang ilmu, ilmu hukum pidana merupakan mencakup ilmu-ilmu sosial

dan budaya. Ilmu-ilmu hukum pidana tersebut mencakup ilmu tentang kaedah dan ilmu tentang

pengertian yang keduanya disebut sebagai dogmatika hukum pidana serta ilmu tentang

kenyataan.
Politik hukum pidana mencakup tindakkan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai

tersebut didalam kenyataan. Politik hukum pidana merupakan pemilihan terhadap nilai-nilai

untuk mencegah terjadinya delikuensi dan kejahatan.
Filsafat hukum pidana pada hakekatnya merenungkan nilai-nilai hukum pidana, berusaha

merumuskan dan menyerasikan nilai-nilai yang berpasangan, tetapi yang mungkin bertentangan.
Objek dalam dogmatik hukum pidana adalah hukum pidana positif, yang mencakup kaidah-kaidah

dan sistem sanksi. Ilmu tersebut bertujuan untuk mengadakan analisis dan sistematisasi

kaidah-kaidah hukum pidana untuk kepentingan penerapan yang benar. Ilmu tersebut juga

berusaha untuk menemukan asas-asas hukum pidana yang menjadi dasar dari hukum pidana

positif., yang kemudian menjadi patokan bagi perumusan serta penyusunan secara sistematis.
Sosiologi hukum pidana memusatkan perhatian pada sebab-sebab timbulnya peraturan-peraturan

pidana tertentu, serta efektifitasnya di dalam masyarakat. Oleh karena itu ruang lingkup

sosiologi hukum pidana sebagai berikut:[7]
a. Proses mempengaruhi antara kaidah-kaidah hukum pidana dan warga masyarakat;
b. Efek dari proses kriminalisasi serta deskriminalisasi;
c. Identifikasi terhadap mekanisme produk dari hukum pidana;
d. Identifikasi terhadap kedudukkan serta peranan para penegak hukum;
e. Efek dari peraturan-peraturan pidana terhadap kejahatan, terutama pola prilakunya.
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang meneliti delikuensi dan kejahatan, sebagai

suatu gejala sosial. Jadi, ruang lingkupnya adalah proses terjadinya hukum pidana,

penyimpangan terhadap hukum atau pelanggarannya, dan reaksi terhadap pelanggaran-

pelanggaran tersebut. Kriminologi mencakup tiga bagian pokok yaitu:
a. Sosiologi hukum pidana yang meneliti dan menganalisis kondisi-kondisi tempat hukum

pidana berlaku;
b. Etiologi kriminal yang meneliti serta mengadakan analisis terhadap sebab-sebab

terjadinya kejahatan;
c. Penologi yang ruang lingkupnya mencakup pengendalian terhadap kejahatan.
Kriminologi merupakan teori tentang gejala hukum. Dari pengertian ini nampak adanya

hubungan antara hukum pidana dengan kriminologi bahwa keduanya sama-sama bertemu dalam

kejahatan, yaitu perbuatan/tingkah laku yang diancam pidana.
Adapun perbedaan hukum pidana dan kriminologi terletak pada objeknya. Objek hukum pidana

menunjuk pada apa yang dipidana menurut norma-norma hukum pidana yang berlaku. Sedangkan

objek kriminologi tertuju pada manusia yang melanggar hukum pidana dan kepada lingkungan

manusia-manusia tersebut. Dengan demikian, wajarlah bila batasan luas kedua objek ilmu itu

tidak sama. Hal ini melahirkan kejahatan sebagai objek hukum pidana dan kejahatan sebagai

objek kriminologi.
Hukum pidana memperhatikan kejahatan sebagai pristiwa pidana yang dapat mengancam tata

tertib masyarakat, serta kriminologi mempelajari kejahatan sebagai suatu gejala sosial yang

melibatkan individu sebagai manusia.
Dengan demikian, hukum pidana melihat bahwa perbuatan melanggar ketentuan hukum pidana

disebut sebagai kejahatan, sedangkan kriminologi melihat bahwa perbuatan bertentangan

dengan hati nurani manusia disebut kejahatan.
Titik tolak sudut pandang hukum pidana memiliki dua dimensi yaitu, unsur kesalahan dan

unsur melawan hukum. Demikian pula kriminologi memiliki dua dimensi, yaitu faktor motif

(mental, psikologi, penyakit, herediter) dan faktor sosial yang memberikan kesempatan

bergerak. Hukum pidana menekankan pada pertanggungjawaban, sedangkan kriminologi menekankan

pada accountabillity apakah perbuatan tersebut selayaknya diperhitungkanpada pelaku, juga

cukup membahayakan masyarakat. Dalam kriminologi, unsur kesalahan tidak relevan.
Interaksi hukum pidana dan kriminoligi disebabkan hal-hal berikut:
a. Perkembangan hukum pidana akhir-akhir ini menganut sistem yang memberikan kedudukkan

penting bagi kepribadian penjahat dan menghubungkan dengan sifat dan berat-ringannya

(ukuran) pemidanaannya.
b. Sejak dulu telah ada perlakuan khusus bagi kejahatan-kejahatan yang dilakukan orang-

orang gila dan anak-anak yang menyangkut perspektif-perspektif dan pengertian-

pengertiannya. Kriminologi terwujud sedemikian rupa dalam hukum pidana sehingga Criminale

science sekarang menghadapi problema-problema dan tugas-tugas yang sama sekali baru dan

berhubungan erat dengan kriminologi. Kriminologi tidak tergantung pada perspektif-

perspektif dan nilai-nilai hukum pidana. Hubungan yang erat dengan kriminalitas merupakan

syarat utama sehingga berlakunya norma-norma hukum pidana dapat diawasi oleh kriminologi.
Dalam hubungan dengan dogmatik hukum pidana, kriminologi memberikan kontribusinya dalam

menentukkan ruang lingkup kejahatan atau prilaku yang dapat dihukum.

http://artikelhukum88.blogspot.com/2011/05/pengertian-hukum-pidana.html

PERSIAPAN MENGHADAPI SIDANG KASUS PERCERAIAN

Oleh : Chandra Darusman,S.,SH
Jika anda akan menghadapi sidang untuk kasus perceraian, baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama, ada beberapa hal yang perlu anda ketahui.
1. Mendapatkan Nasehat Hukum
Jika anda tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hukum, ada baiknya anda meminta nasehat hukum dari seorang pengacara, konsultan hukum atau orang yang sudah berpengalaman. Jangan menganggap remeh persoalan yang anda hadapi, meskipun kasus yang anda hadapi tidak terlalu rumit, karena konsekuensi hukum yang anda hadapi nantinya mengikat dan bersifat memaksa. Oleh karena itu, jangan menunda sampai saat-saat terakhir putusan hakim akan dijatuhkan atau saat posisi anda sudah terjepit.
2. Beberapa hal yang penting untuk ditanyakan
Banyak hal yang dapat anda tanyakan kepada pihak-pihak yang lebih mengetahui tentang proses hukum, antara lain tentang:
Ø Hal-hal yang harus dipersiapkan, jika anda mewakili diri sendiri dalam sidang
Ø Mendiskusikan tentang penyebab/alasan mengapa anda memutuskan bercerai dengan suami anda
Ø Bila anda memakai jasa pengacara (kuasa hukum) di pengadilan, apakah hal itu akan berpengaruh pada putusan hakim?
Ø Biaya yang harus dikeluarkan, jika anda memakai jasa pengacara (kuasa hukum)
Ø Garis besar proses hukum yang akan anda hadapi di pengadilan
Ø Lama waktu yang dibutuhkan untuk proses hukum kasus yang anda hadapi
Sebelum meminta nasehat hukum, sebaiknya anda menyiapkan terlebih dulu surat-surat penting mengenai kasus anda (antara lain: surat nikah asli dan fotokopinya yang telah dibubuhi materai, fotokopi akta kelahiran anak yang dilegalisasi di kantor pos, fotokopi KTP, fotokopi Kartu Keluarga,dll). Biasanya kasus perceraian disertai pula dengan masalah pembagian harta gono-gini, sebaiknya anda juga menyiapkan surat-surat yang terkait dengan dengan harta benda perkawinan seperti akta jual-beli, sertifikat, kwitansi, bon jual-beli, surat bukti kepemilikan dan semacamnya. Hal ini untuk memudahkan anda dan penasehat hukum anda memahami persoalan hukum yang sedang anda hadapi. Setelah anda memahami persoalan anda, diharapkan anda sudah dapat mengambil keputusan apakah akan meminta bantuan pengacara atau kuasa hukum sebagai wakil anda di pengadilan, atau anda memutuskan untuk mewakili diri anda sendiri, tanpa didampingi pengacara.
3. Dimana Anda Bisa Mendapatkan Nasehat & Bantuan Hukum?
Anda dapat meminta nasehat hukum dari seorang konsultan hukum atau pengacara, dengan kebebasan memilih untuk didampingi/tidak oleh mereka dalam sidang pengadilan nanti. Jika anda tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar seorang pengacara, ada beberapa lembaga yang dapat anda mintai bantuan dengan tanpa membebani biaya yang berlebihan kepada anda. Lembaga yang sifatnya nirlaba ini, —misalnya Lembaga Bantuan Hukum terdekat di wilayah anda—biasanya akan mempertimbangkan bagaimana kondisi anda, baik kondisi ekonomi maupun psikologis.
Jika anda menginginkan nasehat hukum atau bantuan hukum dari pengacara swasta, jangan segan menanyakan biaya yang akan dikeluarkan. Juga jangan ragu untuk menanyakan kepada pengacara lain yang berbeda, jika biaya yang dikenakan terlalu mahal. Ingat! Anda mempunyai hak penuh untuk memutuskan dan memilih siapa yang akan menjadi penasehat hukum atau kuasa hukum yang anda anggap paling sesuai.
4. Yang Harus Anda Siapkan Sebelum Ke Pengadilan
a. Bila tanpa didampingi Pengacara
v Mempersiapkan surat gugatan; Setelah anda memahami segala sesuatunya (sudah meminta bantuan saran/nasehat dari pihak yang paham soal ini), anda dapat mempersiapkan surat gugatan anda sendiri
v Menyiapkan uang administrasi yang jumlahnya sekitar Rp.500.000.- (lima ratus ribu rupiah) yang nantinya harus anda bayarkan ke bagian pendaftaran gugatan di pengadilan. Anda akan menerima SKUM (Surat Keterangan Untuk Membayar) setelah membayar.
v Mempersiapkan apa yang akan anda katakan di pengadilan tentang kasus anda. Untuk mempersiapkannya, disarankan agar anda berdiskusi kembali dengan orang-orang/pihak yang memahami soal ini.
v Mempersiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi
b. Bila didampingi Pengacara
v Jika anda memilih untuk didampingi pengacara, terlebih dulu pengacara anda membuat Surat Kuasa yang harus anda tandatangani. Surat Kuasa adalah surat yang menyatakan bahwa anda (sebagai pemberi kuasa) memberikan kuasa kepada pengacara anda (sebagai penerima kuasa) untuk mewakili anda dalam pengurusan kasus anda, mulai dari pembuatan surat-surat seperti surat dakwaan, beracara di muka sidang pengadilan, menghadap institusi atau orang yang berwenang dalam rangka pengurusan kasus anda, meminta salinan putusan pengadilan dan sebagainya.
v Menyiapkan Surat Gugatan. Bila anda sudah menandatangani Surat Kuasa, maka selanjutnya pengacara (kuasa hukum) andalah yang akan mengurus pembuatan Surat Gugatan dan surat-surat lainnya yang dibutuhkan selama proses hukum berjalan.
v Siapkan uang administrasi kurang lebih Rp.500.000,- yang harus anda bayarkan ke bagian pendaftaran gugatan di pengadilan. Usai membayar, anda akan menerima SKUM (Surat Keterangan Untuk Membayar).
v Siapkan uang untuk pembayaran pengacara anda bila pengacara yang anda minta bantuannya adalah pengacara yang dibayar.
Yang penting juga harus anda perhatikan:
Ø Persiapkan mental anda
Ø Usahakan tidak terlambat ke pengadilan karena dapat mempengaruhi jalannya sidang
Ø Berpakaian sopan dan rapi.
5. Di ruang sidang pengadilan
a. Yang mungkin ditanyakan hakim
§ Dalam sidang pertama, hakim biasanya akan melakukan upaya perdamaian. Di sidang ini hakim akan bertanya apakah kedua pihak yang bersengketa akan mengadakan perdamaian/tidak?
§ Dalam proses pemeriksaan, hakim dapat menanyakan masalah-masalah yang terkait dengan gugatan, apakah ada keberatan dari para pihak/tidak?
§ Sebelum putusan dijatuhkan hakim, hakim dapat bertanya apakah ada hal-hal lain yang ingin disampaikan para pihak? Misalnya hak untuk mengasuh anak di bawah umur atau menemui anak, jika sebelumnya mendapat halangan untuk bertemu.
b. Siapa saja yang berhak hadir di persidangan?
§ Hakim: yaitu orang yang memimpin jalannya sidang, memeriksa, dan memutuskan perkara
§ Panitera: yang bertugas mencatat jalannya persidangan
§ Anda, sebagai pihak yang mengajukan gugatan, disebut Penggugat/Kuasa hukumnya
§ Suami Anda, sebagai pihak yang digugat, disebut Tergugat/Kuasa hukumnya
6. Apa hak anda sebagai Penggugat?
¢ Didampingi pengacara sebagai kuasa hukum di pengadilan
¢ Bertanya dan menjawab mengenai perkembangan kasusnya baik kepada kuasa hukumnya, maupun kepada hakim
¢ Mendapat salinan surat keputusan pengadilan (dapat melalui kuasa hukumnya)
¢ Mendapat perlakuan yang sama di muka hukum, tanpa dibedakan berdasarkan suku, agama, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik atau status sosialnya
7. Berapa lama proses berlangsung?
a. Pengadilan Tingkat Pertama (di PN atau PA)
Sidang biasanya dilakukan lebih dari 6 (enam) kali, namun ada juga yang kurang dari itu. Jangka waktu yang dibutuhkan maksimal 6 (enam) bulan di tingkat pengadilan pertama (PN atau PA).
b. Pengadilan Tingkat Banding dan Kasasi (di PT dan Mahkamah Agung)
Waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu perkara hingga tingkat banding dan kasasi berbeda-beda. Namun secara umum hingga awal proses pengadilan tingkat pertama hingga kasasi di Mahkamah Agung bisa memakan waktu 3-5 tahun.
Sumber : pengacaraonline.com

http://mandela-fighters.blogspot.com/