Oleh : Novrizal Juanda
Pengertian hukum pidana secara tradisional adalah “Hukum yang memuat peraturan-peraturan
yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan hukuman
berupa siksa badan”
Pengertian lain adalah, “Hukum pidana adalah peraturan hukum tentang pidana”. Kata “pidana”
berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu hal yang dilimpahkan oleh instansi yang berkuasa
kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak
dilimpahkan sehari-hari.
Sedangkan Prof. Dr. Moeljatno, SH. menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum
pidana bahwa “Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu
negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar
larangan tersebut;
2. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat
dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilakasanakan apabila orang
yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut “.
Berkenaan dengan pengertian dari hukum pidana, C.S.T. Kansil juga memberikan definisi
sebagai berikut:
“Hukum pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan
terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu
hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran
dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum“.
Adapun yang termasuk kepentingan umum menurut C.S.T kansil adalah:
a) Badan peraturan perundangan negara, seperti negara, lembaga-lembaga negara, pejabat
negara, pegawai negeri, undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya.
b) Kepentingan umum tiap manusia yaitu, jiwa, raga, tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak
milik/harta benda.
B. Ruang Lingkup Hukum Pidana
Dilihat dari ruang lingkupnya hukum pidana dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis,
2. Hukum pidana sebagai hukum positif,
3. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik,
4. Hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif,
5. Hukum pidana material dan hukum pidana formal,
6. Hukum pidana kodifikasi dan hukum pidana tersebar,
7. Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus,
8. Hukum pidana umum (nasional) dan hukum pidana setempat.
Hukum pidana objektif (ius peonale) adalah seluruh garis hukum mengenai tingkah laku yang
diancam dengan pidana jenis dan macam pidana, serta bagaimana itu dapat dijatuhkan dan
dilaksakan pada waktu dan batas daerah tertentu. Artinya, seluruh warga dari daerah (hukum)
tersebut wajib menaati hukum pidana dalam arti objektif tersebut.
Hukum pidana objektif (ius peonale) ialah semua peraturan yang mengandung/memuat
larangan/ancaman dari peraturan yang diadakan ancaman hukuman. Hukum pidana objektif ini
terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Hukum pidana material, yaitu peraturan-peraturan yang mengandung perumusan: perbuatan-
perbuatan yang dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, hukum apakah yang dapat dijatuhkan.
2. Hukum pidana formal, yaitu disebut juga sebagai hukum acara, memuat peraturan-peraturan
bagaimana cara negara beserta alat-alat perlengkapannya melakukan hak untuk menghukum
(mengancam, menjatuhkan, atau melaksanakan).
Hukum pidana subjektif (ius puniendi) merupakan hak dari penguasa untuk mengancam suatu
pidana kepada suatu tingkah laku sebagaimana digariskan dalam hukum pidana objektif,
mengadakan penyidikkan, menjatuhkan pidana, dan mewajibkan terpidana untuk melaksanakan
pidana yang dijatuhkan. Persoalan mengenai apakah dasarnya atau darimana kekuasaan penguasa
tersebut, jawabannya menurut E.Y Kanter terletak pada falsafah dari hukum pidana.
Hukum pidana umum (alegemen strafrecht) adalah hukum pidana yang berlaku untuk tiap
penduduk, kecuali anggota militer, nama lain dari hukum pidana umum adalah hukum pidana
biasa atau hukum pidana sipil (commune strafrecht). Akan tetapi dilihat dari segi
pengkodifikasiannya maka KUHP pun disebut sebagai hukum pidana umum, dibanding dengan
perundang-undangan lainnya yang tersebar.
Hukum pidana khusus adalah suatu peraturan yang hanya ditunjukkan kepada tindakkan tertentu
(tindak pidana subversi) atau golongan tertentu (militer) atau tindakkan tertentu, seperti
pemberantasan tindak pidana ekonomi, korupsi, dan lain-lain.
Menurut Samidjo, S.H. hukum pidana khusus dapat disebut:[5]
a. Hukum pidana militer,
b. Hukum pidana fiskal (pajak),
c. Hukum pidana ekonomi,
d. Hukum pidana politik.
Jika suatu perbuatan termasuk dalam suatu aturan pidana umum, diatur pula dalam peraturan
pidana khusus, yang khusus itulah yang dikenakan, Adagium untuk itu adalah, “Lex specialis
derograt lex generalis” jadi, hukum pidana khusus lebih diutamakan daripada hukum pidana
umum. Hal dapat kita lihat pada KUHP nasional yang ditentukan dalam pasal 63 ayat 2 KUHP
dan pasal 103 KUHP.
Hukum pidana militer merupakan ketentuan-kententuan pidana yang tercantum dalam KUHP
militer atau disebut KUHPT, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara dan dikenal juga
KUHDT, Kitab Undang-undang Displin Tentara.
Hukum pidana fiskal (pajak) merupakan ketentuan-ketentuan pidana yang tercatum dalam
undang-undang mengenai pajak.
Hukum pidana ekonomi merupakan ketentuan yang mengatur pelanggaran ekonomi yang dapat
mengganggu kepentingan umum.
Hukum pidana politik merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur kejahatan-kejahatan
politik, misalnya menghianati rahasia negara, intervensi, pemberontakan, sabotase.[6]
C. Hubungan Hukum Pidana dengan Ilmu Lain.
Hukum pidana adalah teori mengenai aturan-aturan atau norma-norma hukum pidana. Dalam ruang
lingkup sistem ajaran hukum pidana, yamg dinamakan disiplin hukum pidana sebenarnya
mencakup ilmu hukum pidana, politik hukum pidana, dan filsafat hukum pidana. Ilmu hukum
pidana mencakup beberapa cabang ilmu, ilmu hukum pidana merupakan mencakup ilmu-ilmu sosial
dan budaya. Ilmu-ilmu hukum pidana tersebut mencakup ilmu tentang kaedah dan ilmu tentang
pengertian yang keduanya disebut sebagai dogmatika hukum pidana serta ilmu tentang
kenyataan.
Politik hukum pidana mencakup tindakkan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai
tersebut didalam kenyataan. Politik hukum pidana merupakan pemilihan terhadap nilai-nilai
untuk mencegah terjadinya delikuensi dan kejahatan.
Filsafat hukum pidana pada hakekatnya merenungkan nilai-nilai hukum pidana, berusaha
merumuskan dan menyerasikan nilai-nilai yang berpasangan, tetapi yang mungkin bertentangan.
Objek dalam dogmatik hukum pidana adalah hukum pidana positif, yang mencakup kaidah-kaidah
dan sistem sanksi. Ilmu tersebut bertujuan untuk mengadakan analisis dan sistematisasi
kaidah-kaidah hukum pidana untuk kepentingan penerapan yang benar. Ilmu tersebut juga
berusaha untuk menemukan asas-asas hukum pidana yang menjadi dasar dari hukum pidana
positif., yang kemudian menjadi patokan bagi perumusan serta penyusunan secara sistematis.
Sosiologi hukum pidana memusatkan perhatian pada sebab-sebab timbulnya peraturan-peraturan
pidana tertentu, serta efektifitasnya di dalam masyarakat. Oleh karena itu ruang lingkup
sosiologi hukum pidana sebagai berikut:[7]
a. Proses mempengaruhi antara kaidah-kaidah hukum pidana dan warga masyarakat;
b. Efek dari proses kriminalisasi serta deskriminalisasi;
c. Identifikasi terhadap mekanisme produk dari hukum pidana;
d. Identifikasi terhadap kedudukkan serta peranan para penegak hukum;
e. Efek dari peraturan-peraturan pidana terhadap kejahatan, terutama pola prilakunya.
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang meneliti delikuensi dan kejahatan, sebagai
suatu gejala sosial. Jadi, ruang lingkupnya adalah proses terjadinya hukum pidana,
penyimpangan terhadap hukum atau pelanggarannya, dan reaksi terhadap pelanggaran-
pelanggaran tersebut. Kriminologi mencakup tiga bagian pokok yaitu:
a. Sosiologi hukum pidana yang meneliti dan menganalisis kondisi-kondisi tempat hukum
pidana berlaku;
b. Etiologi kriminal yang meneliti serta mengadakan analisis terhadap sebab-sebab
terjadinya kejahatan;
c. Penologi yang ruang lingkupnya mencakup pengendalian terhadap kejahatan.
Kriminologi merupakan teori tentang gejala hukum. Dari pengertian ini nampak adanya
hubungan antara hukum pidana dengan kriminologi bahwa keduanya sama-sama bertemu dalam
kejahatan, yaitu perbuatan/tingkah laku yang diancam pidana.
Adapun perbedaan hukum pidana dan kriminologi terletak pada objeknya. Objek hukum pidana
menunjuk pada apa yang dipidana menurut norma-norma hukum pidana yang berlaku. Sedangkan
objek kriminologi tertuju pada manusia yang melanggar hukum pidana dan kepada lingkungan
manusia-manusia tersebut. Dengan demikian, wajarlah bila batasan luas kedua objek ilmu itu
tidak sama. Hal ini melahirkan kejahatan sebagai objek hukum pidana dan kejahatan sebagai
objek kriminologi.
Hukum pidana memperhatikan kejahatan sebagai pristiwa pidana yang dapat mengancam tata
tertib masyarakat, serta kriminologi mempelajari kejahatan sebagai suatu gejala sosial yang
melibatkan individu sebagai manusia.
Dengan demikian, hukum pidana melihat bahwa perbuatan melanggar ketentuan hukum pidana
disebut sebagai kejahatan, sedangkan kriminologi melihat bahwa perbuatan bertentangan
dengan hati nurani manusia disebut kejahatan.
Titik tolak sudut pandang hukum pidana memiliki dua dimensi yaitu, unsur kesalahan dan
unsur melawan hukum. Demikian pula kriminologi memiliki dua dimensi, yaitu faktor motif
(mental, psikologi, penyakit, herediter) dan faktor sosial yang memberikan kesempatan
bergerak. Hukum pidana menekankan pada pertanggungjawaban, sedangkan kriminologi menekankan
pada accountabillity apakah perbuatan tersebut selayaknya diperhitungkanpada pelaku, juga
cukup membahayakan masyarakat. Dalam kriminologi, unsur kesalahan tidak relevan.
Interaksi hukum pidana dan kriminoligi disebabkan hal-hal berikut:
a. Perkembangan hukum pidana akhir-akhir ini menganut sistem yang memberikan kedudukkan
penting bagi kepribadian penjahat dan menghubungkan dengan sifat dan berat-ringannya
(ukuran) pemidanaannya.
b. Sejak dulu telah ada perlakuan khusus bagi kejahatan-kejahatan yang dilakukan orang-
orang gila dan anak-anak yang menyangkut perspektif-perspektif dan pengertian-
pengertiannya. Kriminologi terwujud sedemikian rupa dalam hukum pidana sehingga Criminale
science sekarang menghadapi problema-problema dan tugas-tugas yang sama sekali baru dan
berhubungan erat dengan kriminologi. Kriminologi tidak tergantung pada perspektif-
perspektif dan nilai-nilai hukum pidana. Hubungan yang erat dengan kriminalitas merupakan
syarat utama sehingga berlakunya norma-norma hukum pidana dapat diawasi oleh kriminologi.
Dalam hubungan dengan dogmatik hukum pidana, kriminologi memberikan kontribusinya dalam
menentukkan ruang lingkup kejahatan atau prilaku yang dapat dihukum.
yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan hukuman
berupa siksa badan”
Pengertian lain adalah, “Hukum pidana adalah peraturan hukum tentang pidana”. Kata “pidana”
berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu hal yang dilimpahkan oleh instansi yang berkuasa
kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak
dilimpahkan sehari-hari.
Sedangkan Prof. Dr. Moeljatno, SH. menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum
pidana bahwa “Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu
negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar
larangan tersebut;
2. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat
dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilakasanakan apabila orang
yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut “.
Berkenaan dengan pengertian dari hukum pidana, C.S.T. Kansil juga memberikan definisi
sebagai berikut:
“Hukum pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan
terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu
hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran
dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum“.
Adapun yang termasuk kepentingan umum menurut C.S.T kansil adalah:
a) Badan peraturan perundangan negara, seperti negara, lembaga-lembaga negara, pejabat
negara, pegawai negeri, undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya.
b) Kepentingan umum tiap manusia yaitu, jiwa, raga, tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak
milik/harta benda.
B. Ruang Lingkup Hukum Pidana
Dilihat dari ruang lingkupnya hukum pidana dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis,
2. Hukum pidana sebagai hukum positif,
3. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik,
4. Hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif,
5. Hukum pidana material dan hukum pidana formal,
6. Hukum pidana kodifikasi dan hukum pidana tersebar,
7. Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus,
8. Hukum pidana umum (nasional) dan hukum pidana setempat.
Hukum pidana objektif (ius peonale) adalah seluruh garis hukum mengenai tingkah laku yang
diancam dengan pidana jenis dan macam pidana, serta bagaimana itu dapat dijatuhkan dan
dilaksakan pada waktu dan batas daerah tertentu. Artinya, seluruh warga dari daerah (hukum)
tersebut wajib menaati hukum pidana dalam arti objektif tersebut.
Hukum pidana objektif (ius peonale) ialah semua peraturan yang mengandung/memuat
larangan/ancaman dari peraturan yang diadakan ancaman hukuman. Hukum pidana objektif ini
terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Hukum pidana material, yaitu peraturan-peraturan yang mengandung perumusan: perbuatan-
perbuatan yang dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, hukum apakah yang dapat dijatuhkan.
2. Hukum pidana formal, yaitu disebut juga sebagai hukum acara, memuat peraturan-peraturan
bagaimana cara negara beserta alat-alat perlengkapannya melakukan hak untuk menghukum
(mengancam, menjatuhkan, atau melaksanakan).
Hukum pidana subjektif (ius puniendi) merupakan hak dari penguasa untuk mengancam suatu
pidana kepada suatu tingkah laku sebagaimana digariskan dalam hukum pidana objektif,
mengadakan penyidikkan, menjatuhkan pidana, dan mewajibkan terpidana untuk melaksanakan
pidana yang dijatuhkan. Persoalan mengenai apakah dasarnya atau darimana kekuasaan penguasa
tersebut, jawabannya menurut E.Y Kanter terletak pada falsafah dari hukum pidana.
Hukum pidana umum (alegemen strafrecht) adalah hukum pidana yang berlaku untuk tiap
penduduk, kecuali anggota militer, nama lain dari hukum pidana umum adalah hukum pidana
biasa atau hukum pidana sipil (commune strafrecht). Akan tetapi dilihat dari segi
pengkodifikasiannya maka KUHP pun disebut sebagai hukum pidana umum, dibanding dengan
perundang-undangan lainnya yang tersebar.
Hukum pidana khusus adalah suatu peraturan yang hanya ditunjukkan kepada tindakkan tertentu
(tindak pidana subversi) atau golongan tertentu (militer) atau tindakkan tertentu, seperti
pemberantasan tindak pidana ekonomi, korupsi, dan lain-lain.
Menurut Samidjo, S.H. hukum pidana khusus dapat disebut:[5]
a. Hukum pidana militer,
b. Hukum pidana fiskal (pajak),
c. Hukum pidana ekonomi,
d. Hukum pidana politik.
Jika suatu perbuatan termasuk dalam suatu aturan pidana umum, diatur pula dalam peraturan
pidana khusus, yang khusus itulah yang dikenakan, Adagium untuk itu adalah, “Lex specialis
derograt lex generalis” jadi, hukum pidana khusus lebih diutamakan daripada hukum pidana
umum. Hal dapat kita lihat pada KUHP nasional yang ditentukan dalam pasal 63 ayat 2 KUHP
dan pasal 103 KUHP.
Hukum pidana militer merupakan ketentuan-kententuan pidana yang tercantum dalam KUHP
militer atau disebut KUHPT, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara dan dikenal juga
KUHDT, Kitab Undang-undang Displin Tentara.
Hukum pidana fiskal (pajak) merupakan ketentuan-ketentuan pidana yang tercatum dalam
undang-undang mengenai pajak.
Hukum pidana ekonomi merupakan ketentuan yang mengatur pelanggaran ekonomi yang dapat
mengganggu kepentingan umum.
Hukum pidana politik merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur kejahatan-kejahatan
politik, misalnya menghianati rahasia negara, intervensi, pemberontakan, sabotase.[6]
C. Hubungan Hukum Pidana dengan Ilmu Lain.
Hukum pidana adalah teori mengenai aturan-aturan atau norma-norma hukum pidana. Dalam ruang
lingkup sistem ajaran hukum pidana, yamg dinamakan disiplin hukum pidana sebenarnya
mencakup ilmu hukum pidana, politik hukum pidana, dan filsafat hukum pidana. Ilmu hukum
pidana mencakup beberapa cabang ilmu, ilmu hukum pidana merupakan mencakup ilmu-ilmu sosial
dan budaya. Ilmu-ilmu hukum pidana tersebut mencakup ilmu tentang kaedah dan ilmu tentang
pengertian yang keduanya disebut sebagai dogmatika hukum pidana serta ilmu tentang
kenyataan.
Politik hukum pidana mencakup tindakkan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai
tersebut didalam kenyataan. Politik hukum pidana merupakan pemilihan terhadap nilai-nilai
untuk mencegah terjadinya delikuensi dan kejahatan.
Filsafat hukum pidana pada hakekatnya merenungkan nilai-nilai hukum pidana, berusaha
merumuskan dan menyerasikan nilai-nilai yang berpasangan, tetapi yang mungkin bertentangan.
Objek dalam dogmatik hukum pidana adalah hukum pidana positif, yang mencakup kaidah-kaidah
dan sistem sanksi. Ilmu tersebut bertujuan untuk mengadakan analisis dan sistematisasi
kaidah-kaidah hukum pidana untuk kepentingan penerapan yang benar. Ilmu tersebut juga
berusaha untuk menemukan asas-asas hukum pidana yang menjadi dasar dari hukum pidana
positif., yang kemudian menjadi patokan bagi perumusan serta penyusunan secara sistematis.
Sosiologi hukum pidana memusatkan perhatian pada sebab-sebab timbulnya peraturan-peraturan
pidana tertentu, serta efektifitasnya di dalam masyarakat. Oleh karena itu ruang lingkup
sosiologi hukum pidana sebagai berikut:[7]
a. Proses mempengaruhi antara kaidah-kaidah hukum pidana dan warga masyarakat;
b. Efek dari proses kriminalisasi serta deskriminalisasi;
c. Identifikasi terhadap mekanisme produk dari hukum pidana;
d. Identifikasi terhadap kedudukkan serta peranan para penegak hukum;
e. Efek dari peraturan-peraturan pidana terhadap kejahatan, terutama pola prilakunya.
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang meneliti delikuensi dan kejahatan, sebagai
suatu gejala sosial. Jadi, ruang lingkupnya adalah proses terjadinya hukum pidana,
penyimpangan terhadap hukum atau pelanggarannya, dan reaksi terhadap pelanggaran-
pelanggaran tersebut. Kriminologi mencakup tiga bagian pokok yaitu:
a. Sosiologi hukum pidana yang meneliti dan menganalisis kondisi-kondisi tempat hukum
pidana berlaku;
b. Etiologi kriminal yang meneliti serta mengadakan analisis terhadap sebab-sebab
terjadinya kejahatan;
c. Penologi yang ruang lingkupnya mencakup pengendalian terhadap kejahatan.
Kriminologi merupakan teori tentang gejala hukum. Dari pengertian ini nampak adanya
hubungan antara hukum pidana dengan kriminologi bahwa keduanya sama-sama bertemu dalam
kejahatan, yaitu perbuatan/tingkah laku yang diancam pidana.
Adapun perbedaan hukum pidana dan kriminologi terletak pada objeknya. Objek hukum pidana
menunjuk pada apa yang dipidana menurut norma-norma hukum pidana yang berlaku. Sedangkan
objek kriminologi tertuju pada manusia yang melanggar hukum pidana dan kepada lingkungan
manusia-manusia tersebut. Dengan demikian, wajarlah bila batasan luas kedua objek ilmu itu
tidak sama. Hal ini melahirkan kejahatan sebagai objek hukum pidana dan kejahatan sebagai
objek kriminologi.
Hukum pidana memperhatikan kejahatan sebagai pristiwa pidana yang dapat mengancam tata
tertib masyarakat, serta kriminologi mempelajari kejahatan sebagai suatu gejala sosial yang
melibatkan individu sebagai manusia.
Dengan demikian, hukum pidana melihat bahwa perbuatan melanggar ketentuan hukum pidana
disebut sebagai kejahatan, sedangkan kriminologi melihat bahwa perbuatan bertentangan
dengan hati nurani manusia disebut kejahatan.
Titik tolak sudut pandang hukum pidana memiliki dua dimensi yaitu, unsur kesalahan dan
unsur melawan hukum. Demikian pula kriminologi memiliki dua dimensi, yaitu faktor motif
(mental, psikologi, penyakit, herediter) dan faktor sosial yang memberikan kesempatan
bergerak. Hukum pidana menekankan pada pertanggungjawaban, sedangkan kriminologi menekankan
pada accountabillity apakah perbuatan tersebut selayaknya diperhitungkanpada pelaku, juga
cukup membahayakan masyarakat. Dalam kriminologi, unsur kesalahan tidak relevan.
Interaksi hukum pidana dan kriminoligi disebabkan hal-hal berikut:
a. Perkembangan hukum pidana akhir-akhir ini menganut sistem yang memberikan kedudukkan
penting bagi kepribadian penjahat dan menghubungkan dengan sifat dan berat-ringannya
(ukuran) pemidanaannya.
b. Sejak dulu telah ada perlakuan khusus bagi kejahatan-kejahatan yang dilakukan orang-
orang gila dan anak-anak yang menyangkut perspektif-perspektif dan pengertian-
pengertiannya. Kriminologi terwujud sedemikian rupa dalam hukum pidana sehingga Criminale
science sekarang menghadapi problema-problema dan tugas-tugas yang sama sekali baru dan
berhubungan erat dengan kriminologi. Kriminologi tidak tergantung pada perspektif-
perspektif dan nilai-nilai hukum pidana. Hubungan yang erat dengan kriminalitas merupakan
syarat utama sehingga berlakunya norma-norma hukum pidana dapat diawasi oleh kriminologi.
Dalam hubungan dengan dogmatik hukum pidana, kriminologi memberikan kontribusinya dalam
menentukkan ruang lingkup kejahatan atau prilaku yang dapat dihukum.
http://artikelhukum88.blogspot.com/2011/05/pengertian-hukum-pidana.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar